BALI - Berita yang menggemparkan datang dari Dewan Pers, mereka sepakat bahwa Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tidak lagi diperbolehkan mengakses Gedung Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih no 32-34, Jakarta. Itu berdasarkan keputusan rapat pleno yang berlangsung pada 29 September 2024.
Dimuat dari surat keputusan yang ditujukan kepada Hendry Ch Bangun selaku Ketua Umum PWI Pusat dan Zulmansyah, Ketua Umum PWI versi KLB. Dewan pers menyampaikan bahwa PWI tidak diizinkan untuk melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di gedung tersebut. Surat tersebut tercatat dengan nomor 1103/DP/K/IX/2024.
Baca juga:
Ernest, Apa itu Dunguh?
|
Alasan di balik keputusan ini merujuk pada sejumlah pelanggaran yang dianggap dilakukan oleh PWI dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai organisasi wartawan.
Walaupun rincian kesalahannya belum sepenuhnya dipublikasikan, langkah ini dipandang sebagai respons terhadap serangkaian masalah yang mengemuka dalam pengelolaan organisasi dan standar kompetensi yang ditetapkan.
“Dewan Pers berkomitmen untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam dunia jurnalistik. Keputusan ini diambil demi kebaikan dan perbaikan ke depan, ” ungkap sumber yang dekat dengan Dewan Pers, dikutip dari media online.
Ini tentu menjadi sorotan tajam di kalangan insan pers ditanah air. Keresahan yang timbul di anggota PWI dan masyarakat jurnalistik yang telah menganggap UKW sebagai sarana penting untuk meningkatkan kualitas wartawan di Indonesia.
Menanyakan tentang situasi ini kepada Wilson Lalengke yang juga sosok yang dikenal berjuang di dunia pers demi kemajuan jurnalistik secara keseluruhan, malah berkomentar risih.
"Bagus, semakin ramai. Akhirnya Dewan Pers (DP) terpancing masuk gelanggang. Semoga hancur semua mereka di sana. Dewan pers itu bisa digugat PWI terkait surat itu"
"Seingat saya, gedung itu bukan milik pemerintah, bukan milik negara, apalagi milik Dewan Pers. lawan Dewan Pers itu, tanyakan legalitas dia atas penguasaan gedung dewan pers. Gugat SK itu ke pengadilan, sekaligus gugat uka-uka illegal dewan pers yang tidak ada dasar hukumnya itu yaa, " sebutnya keras melalui pesan elektronik.
Ia melanjutkan juga dukungannya untuk PWI mengambil langkah gugatan atas penguasaan gedung yang dulunya disebut juga Jakarta Media Center (Gedung JMC).
Bahkan ia menyebutkan bahwa gedung tersebut adalah bantuan hibah beberapa perusahaan sawit di jaman Suharto kepada kalangan wartawan yang masa itu masih didominasi organisasi PWI.
"Kedudukan Dewan Pers dan penyewa sama dimata hukum. Sama-sama menggunakan fasilitas yg dikelola negara"
Bahkan Wilson menyebutkan ada yang salah dengan poin nomor satu surat Dewan pers, karena Dewan Pers tidak memiliki kewenangan memberikan ijin penggunaan ruangan.
"Ga tau sejarah atau ga paham kedudukan hukumnya, tanyakan saja ke DP apa legalitasnya dan siapa yang beri kewenangan mengelola gedung dewan pers. Minta SKnya kalau ada, " ujar Wilson Lalengke. (Ray)